Berpetualang menginap di Warkabu yang tak berpenghuni. Salah komunikasi dan kehilangan sinyal. Ditemani si ayam putih yang juga kesepian. Beruntung tadi pagi bertemu nelayan Mama Tina dan Om Marten Obinaro (sa pu hutang budi banyak) yang mau antar ke kampung Warsambing.
Ternyata saya salah menyinggahi pos yang sudah lama tidak digunakan. Sekarang saya sudah kembali ke Waisai dengan selamat. Terima kasih semesta
Catatan saat terdampar.-Pos pantau Warkabu. Teluk mayalibit 18 feb 2021.

Hampir 3 jam menunggu seorang diri.Beberapa kali perahu warga hilir mudik didepan pos. Saya masih menunggu.Sayup terdengar suara senso memotong pohon dikejauhan. Diantara hembusan angin barat dan riak gelombang ombak. Seekor kakatua raja terbang rendah mendekat diatas atap pos pantau. Mengamati sosok asing sesaat, dia kembali terbang kearah hutan dan tak lenyap diantara rimbunan pohon.
Beberapa kali saya berjalan menuju dermaga untuk mendapat sinyal. Tidak berhasil. Beberapa sms coba saya kirimkan kepada kawan-kawan. Belum ada balasan. Terlintas beberapa tindakan yang bisa saya ambil. Kembali ke pasar ikan warsambi menumpang perahu warga yang akan lewat atau menunggu kabar dan jemputan dari kawan.

Waktu terus berjalan. Air minum sisa dua teguk dan rasa lapar mulai menghinggapi perut. Sudah hampir jam 3 sore. Syukurnya porsi sarapan nasi kuning sebelum berangkat tadi cukup mengenyangkan. Saya harus ambil keputusan, sebelum hari gelap dan mungkin nanti tidak ada perahu warga yang melintas di depan pos.
Teluk kembali riuh meski air surut dan angin semakin kencang. Saya coba menuju dermaga, semoga kali ini beruntung ada sinyal dan kabar dari kawan. Tidak ada sinyal yang nyangkut di ponsel. Saat baru tiba di pos. Saya masih dapat sinyal saat di dermaga. Saya sempat menelpon kawan dan berdiskusi apa yang harus saya lakukan. Saya juga sempat menelpon istri dan anak-anak. Mengabarkan posisi dan keadaan terakhir saya. Saat itu sambungan telepon cukup jelas, sekitar pukul 12 kurang sedikit.
Perahu warga bertulisjan Sukofni melintas. Saya belum berniat meminta pertolongan.Mungkin jam 4 baru akan meminta tolong warga yang lewat didepan pos. Saya coba duduk lebih lama di dermaga. Meskipun sediki terik, kencangnya hembusan angin cukup menyejukan.Sampai pukul 5 usaha mencari sinyal blm berhasil. Awan gelamp datang dari arah teluk menuju laut. Belum tampak lagi perahu nelayan yang lewat depan pos menuju arah teluk.

Sebuah speed boat melaju keluar dari teluk sekitar pukul 4 tadi.5.36 sebuah kapal nelayan melintas didepan pos, saya berteriak tolong dan melambaikan tangan. Perahu melambat dan mematikan mesin. Ahh akhirnyan ada yg menolong pikir saya. Namun kemudian mesin dinyalakan lagi dan perahu melaju menuju laut.
Ternyata sudah jam 6. Saya belum menemukan solusi untuk kembali ke Waisai. Matahari sebentar lagi akan terbenam. Pukul 6.29 tampak sebuah kapal nelayan dikejauhan. Saya teriak minta tolong dan melambaikan tangan. Namun tidak ada respon. Sepertinya mereka sedang memancing.
7.24 langit cerah sinar bulan cukup membantu melihat sekitar dermaga. Saya memutuskan rebahan di dermaga. Siapa tahu ada perahu yang lewat. Tapi sepertinya malam ini saya akan menginap disini. Karena teluk sudah sepi dan gelap. Beruntung saya berbekal jaket, baf dan topi. Mampu mengurangi dingin. Hanya gigitan nyamuk yg menyerang area betis dan kaki.
Terjebak di pos ini membuat saya punya banyal waktu merenung. Ketika rwbahan dan menatap langit, teringat kenangan masa lalu, aneka kesalahan, dosa dan kebagian yang muncul secara acak. Seperti film dokumenter yang ditayangkan proyektor di langit.
Jam 8.00 malam memutuskan pindah ke dalam bangunan pos karena kilat mulai tampak disekitaran teluk. Meski langit diatas dermaga masih cerah. Alasan lain saya merasa haus. Didepan pos saya sempat lihat ember tadah hujan.
Jam 10.40 hujam turun. Saya sempat tertidur. Suara seng terbentur air membuat saya terbangun. Hujan cukup deras disertai angin dan kilat. Saya coba merapatkan badan ke dinding agar lebih hangat.
Pukul 01.11. hujan mulai mereda. Saya merasakan lapar dan haus. Saya coba duduk dan mengantur nafas. Saya teringat dgn kisah lubdaka di malam siwa latri. Dimana dia berpuasa tanpa sengaja dan akhirnya menjadi penebusan dosa seorang pemburu.
Jam 04.11 angin berhembus kencang disertai gerimis. Cahaya kilat tampak dalam intensitas yang dekat. Saya berusaha untuk kembali tidur. Mengendalikan ketakutan-ketakutan dipikiran yang kembali muncul. Ketakutan terbesar adalah adalah disengat binatang berbisa seperti kalejengking atau ular.
Pukul 06.30 alarm hp berbunyi. Saya bergegas bangun untuk melihat situasi sekitar dan minum air dari ember tadah hujan. Rasa lapar sudah mendekati ambang toleransi. Saya berharap ada perahu nelayan yang lewat yg bisa ditumpangi. Cuaca masih berawan sisa2 hujan semalam.Saya berjalan ke dermaga untuk mencari sinyal. Batre hp sisa 16%, powerbank kosong.
07.04 belum ada tampak perahu nelayan yg lewat depan pos. Angin dan gelombang cukup kencang. Suara2 buring mulai ramai di hutan belakang pos pantau. Belum ada sinyal yg tersangkut di hp untuk mengirim pesan atau menelpon.
Pukul 7.23 adan perahu nelayan yang melintas dengan cukup dekat dengan pos. Saya minta tolong dan mereka mau berhenti dan mengantarkan saya kembali ke kampung Warsambing. Suami istri nelayan itu adalah Mama Tina dan om Marten Obinaro.

Catatan ini berdasarkan catatan yang saya buat di hape sesuai urutan waktu. Saat itu kepikiran jika hal terburuk terjadi (saya mati disana) orang yang menemukan mayat saya bisa tahu apa yang terjadi dari catatan di hape tersebut. Terbayang polisi akan memeriksa hape untuk melakukan investigasi 🙂
[…] Saat belum memiliki pekerjaan tetap saya mencoba menggerakan Patradesa sambil berusaha mencari pekerjaan yang bisa digarap dan jadi sumber pemasukan. Beruntung ada tawaran untuk membantu CI Indonesia program Papua Barat untuk pekerjaan singkat dengan durasi 4 bulan. Pekerjaan ini mengantarkan saya kembali bisa mengunjungi Raja Ampat dan kawan-kawan di Papua. Sebuah pengalaman terdampar saat bekerja di Raja Ampat saya tulis disini. […]