Alatnya cuman ember/tong sampah dengan penutup. Ember kemudian diluabngi kecil-kecil (0,5cm) dibagian bawah dan samping. Saya buat sekitar 32 lubang. Kemudian saya siapkan mikroorggasme lokal (MOL) dari fermentasi air cucian beras dicampur gula merah yang dicairkan. Setelah 2 hari MOL sudah bisa digunakan. Untuk mempercepat proses pengomposan, sampah dapur saya cacah agar ukurannya lebih kecil.
Kemudian ditambahkan sampah organik kering (daun dan canang yang saya jemur di tempat sampah terpisah) serta kompos jadi. Fungsinya untuk mengurangi bau dan mencegah lalat/lalat buah. Lalu disiram/diperciki dengan sedikit (50 ml) MOL. Proses ini terus berulang setiap sampah hijau (dapur) masuk kedalam komposter.
Akan muncul ulat-ulat kecil dalam komposter. Menurut saya itu alami, namanya juga proses pembusukan. Dari artikel yang saya baca-baca, untuk menghidari tikus dan kucing yang mengobrak abrik komposter sebaiknya hindari mencampur tulang ayam, tulang/kepala ikan dalam komposter. Tapi saya tetap mencampurkan sampah-sampah tersebut karena jumlahnya tidak terlalu banyak dan komposter saya tertutup rapat. Konon akan jadi kompos setelah 4-6 minggu, tergantung bahan baku dan perlakuan dalam prosesnya. Ada yang diaduk (dibolak-balik) ada yang hanya ditumpuk. Untuk awal saya mencoba yang hanya ditumpuk. Baru berjalan 2 minggu, setelah komposter ini penuh, selanjutnya akan saya coba cara yang diaduk, untuk tahu perbendaan proses dan hasilnya.
Jadi kegiatan berkebun ini sejalan dengan pengolahan sampah rumah tangga. Ayo mulai pilah dan olah sampah dari rumah. Sampah berkurang, kebun bertambah subur. Semoga ya 🙂
selamat rumah barunya. wuih seru sekali aktivitas anyarnya. kalau kompos padatku belum pernah ada ulatnya. kalau ulat, terkonsentrasi di tong organik cair isi limbah sisa makanan. mungkin ada limbah makanan masuk komposter padat?
Iya mbak, masih dicampur karena baru punya satu tong komposter. Semoga kedepannya bisa dipisahin 🙂